Pendekatan Pembelajaran Kooperatif

 Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman temannya di Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dan laki dan perempuan, berasal dan berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan flap individu diberi skor perkembangan.
Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu.
Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. Prosedur ini akan dijelaskan lebih rinci kemudian.
Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar heterogen. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan itu. Sebagai contoh, jika materi yang diajarkan itu adalah alat ekskresi, seorang siswa mempelajari tentang ginjal, siswa lain mempelajari tentang hati, siswa yang lain lagi belajar tentang paru-paru, dan yang terakhir belajar tentang kulit. Anggota dan kelompok lain yang mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Dengan demikian terdapat kelompok ahli kulit, ahli ginjal, ahli paru-paru, dan ahli hati.
Selanjutnya anggota tim ahli ini kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli. Menyusul pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa itu dikenai kuis secara individual tentang materi belajar. Dalam Jigsaw versi Slavin, skor tim menggunakan prosedur skoring yang sama dengan STAD. Tim dan individu dengan skor-tinggi mendapat pengakuan dalam lembar pengakuan mingguan atau dengan cara lain.
Investigasi Kelompok (IK)
Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangan selanjutnya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dan kawan-kawan dan Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.
Dalam penerapan IK ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun juga, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas. Sharan dkk (1984) telah menetapkan enam tahap IK seperti berikut ini.
  1. Pemilihan topik. Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota flap kelompok menjadi kelompokkelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.
  2. Perencanaan kooperatif Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
  3. Implementasi. Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru skara ketat mengikuti kemajuan hap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.
  4. Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana inform asi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
  5. Presentasi hasil final. Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru.
  6. Evaluasi. Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dan topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.
Pendekatan Struktural
Pendekatan terakhir dalam pembelajaran kooperatif telah dikembangkan oleh Spencer Kagen dkk (Kagen, 1993). Meskipun memiliki banyak persamaan dengan pendekatan yang lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual.
Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang terkenal, adalah think-pair-share dan numbered-head-together, yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial. Berikut ini akan diuraikan terlebih dahulu think-pair-share.
  • Think-pair-share
Strategi think-pair-share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu-tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan di sini mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dan Universitas Maryland pada tahun 1985. Ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus di dalam kelas. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam seting seluruh kelompok. Think-pair-share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Andaikan guru baru saja menyelesaikan suatu penyajian singkat, atau siswa telah membaca suatu tugas, atau suatu situasi penuh teka-teki telah dikemukakan. Sekarang guru menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami. Ia memilih untuk menggunakan strategi think-pair-share sebagai gantinya tanya jawab seluruh kelas. Ia menerapkan langkah langkah seperti berikut ini.
Tahap -1: Thinking (berfikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap-2: Pairing.
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi wakth 4-5 menit untuk perpasangan.
Tahap-3:
pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
  • Numberel heads together
Numberel heads together adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dãlam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah seperti berikut ini.
Langkah-1: Penomoran.
Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
Langkah-2: Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesffik dan dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya “ Berapakah jumlah propinsi di Indonesia?” Atau berbentuk arahan misalnya: “Pastikanlah tiap orang mengetahui 5 buah ibu kota propinsi yang terletak di Pulau Sumatera.”
Langkah-3: Berpikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan flap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.
Langkah-4: Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
DAFTAR PUSTAKA1997 Classroom Instruction and Management – Chapter 3 Cooperative Learning, McGraw-Hill dalam Mohammad Nur 2005 Pembelajaran Kooperatif PSMS Unesa